Permasalahan Guru dalam Mengembangkan Media Pembelajaran


            Pengertian Media Pembelajaran
            Kata media merupakan bentuk jamak dari ‘Medium’, yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Schramm mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.  Secara khusus, kata tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa informasi dari satu sumber kepada penerima
            Menurut Gerlach dan Ely (1971), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Sehingga guru, buku teks dan lingkungan sekolah marupakan media.
Media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran. Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar), foto, gambar, grafik, televisi dan computer.
            Kesimpulannya, media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima. Sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi

       Permasalahan guru dalam mengembangkan media pembelajaran
            Dalam memanfaatkan media pembelajaran banyak sekali permasalahan yang dihadapi dan itu seperti dibahas oleh penulis pada pembahasan terdahulu bahwa segala sesutu hal yang bersifat baru pasti terdapat resiko yang harus dihadapi, salah satunya adalah ada pada pendidik itu sendiri. Banyaknya media (terutama media modern) tidak memanjamin guru termotivasi untuk menggunakanya, bahkan semakin berat beban mental guru karena belum bisa menggunakannya, di sisi lain guru tidak mencari jalan keluar. Seperti kurang kreatifnya guru dalam membuat alat peraga atau media pembelajaran yang ia kembangkan sendiri (jika ia tidak mau menggunakan media modern yang telah ada). Dan banyak dijumpai masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah saja dalam pembelajarannya, tak ada media lain yang digunakan sebagai alat bantu pembelajaran. Disinalah cermin bahwa guru mendefinisikan sebagai manusia superpower karena dirinya adalah sumber belajar sekaligus media pembelajaran satu-satunya yang tidak ada gantinya. Banyak diantara pendidik yang tak pernah berpikir untuk membuat sendiri media pembelajarannya. Jika 80% guru kreatif di suatu lembaga pendidikan di Indonesia pasti akan banyak ditemukan berbagai alat peraga dan media yang tersedia untuk menyampaikan materi pembelajarannya di sekolah. Guru yang kreatif tak akan pernah menyerah dengan keadaan. Kondisi minimnya dana justru membuat guru itu kreatif memanfaatkan sumber belajar lainnya yang tidak hanya berada di dalam kelas, seperti : Masjid, pasar, museum, lapangan olahraga, sungai, kebun, dan lingkungan sekitar lainnya.
            Namun pada kenyataannya sekarang ini belum semua guru yang ada di sekolah memanfaatkan sumber belajar ini secara optimal. Masih banyak guru yang mengandalkan cara mengajar dengan paradigma lama, dimana guru merasa satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Inilah yang terjadi pada kebanyakan guru-guru di Indonesia. Pemanfaatan sumber belajar lainnya dirasakan kurang. Sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan ( learning resources by utilization), juga belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Padahal banyak sumber belajar yang dapat dimanfatkan oleh guru guna membantu proses pembelajarannya. Contohnya, dalam film Laskar Pelangi. Ibu muslimah tidak hanya sebagai pusat sumber belajar berupa orang, tetapi juga dapat mengarahkan siswanya untuk melihat sumber belajar yang lain, seperti Langit yang kebetulan ada pelanginya, Laut yang luas, dan suasana kedaerahan Belitong dijadikan juga sumber belajar.[6] Dan  inilah bukti guru yang menjadi motivator dan inspirator bagi lingkungannya.
            Di samping memanfaatkan sumber belajar yang ada, guru dituntut untuk mencari dan merencanakan sumber belajar lainnya baik hasil rancangan sendiri ataupun sumber yang sudah tergelar di sekililing sekolah dan masyarakat. Masih banyaknya guru yang kurang berminat menggunakan media pembelajaran berimplikasi pada pola pembelajaran yang monoton dan menjenuhkan.

Mengatasi masalah guru dalam mengembangkan media pembelajaran
1.      Melakukan pelatihan kepada Pendidik dan Meningkatan Manajeman dalam Pemanfaatan Media Pembelajaran.
a.       Pelatihan Pendidik
            Meningkatkan kualitas dan kecakapan guru dalam memenfaatkan media pembelajaran, selain juga membentuk  sistem mental bagi semua guru untuk memanfaatkan media pembelajaran secara profesioanal dan sadar. Yang terpenting menurut penulis adalah membentuk mindset berfikir untuk secara sadar menggunakan media pembelajaran dalam mengajar, setelah itu baru mengadakan pelatihan pemanfaatan media pembelajaran. Fungsi pelatihan adalah membantu pendidik dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam memproduksi dan mengembangkan media pembelajaranm. Karena kesadaran untuk memanfaatkan media jauh lebih penting dari pada pelatihan memanfaatkan media tertentu, apa faedanya jika guru mahir memanfaatkan media tetapi tetap malas menggunakannya atau memanfaatkan media hanya untuk menggantikan posisi kehadirannya. Pelatihan  bisa dilakukan dengan membentuk sebuah forum nonformal yang mengundang ahli media pembelajaran.
b.      Manajeman Pengelolaan Media Pembelajaran
            Manajemen berasal dari bahasa Inggris, yaitu Management yang artinya kepemimpinan, proses pengaturan, pemimpin dan menjamin kelancaran jalannya pekerjaan dalam mencapai tujuan dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya. Organisasi apapun, senantiasa membutuhkan manajemen yang baik. Di lembaga sekolah, manajemen yang dilaksanakan harus bersifat sosial dan memperhatikan faktor psikologis, karena yang dihadapi adalah sejumlah individu yang terdiri dari latar belakang berbeda, baik ditinjau dari latar belakang sosial, latar belakang ekonomi, dan latar belakang agama.
            Bentuk manajeman pengelolaan media pembelajaran (terutama media modern atau media yang jumlahnya terbatas di sekolah) dapat dilakukan dengan membuat daftar jumlah media pembelajaran yang tersedia di sekolah, membuat jadwal pengguna media pembelajaran, membentuk tim pengelola pemeliharaan media, dan membuat catatan-catatan lain yang relevan untuk manajeman pengelolaan media pembelajaran.
2.      Mengkomunikasikan Rencana Pemanfaatan Media Pembelajaran kepada Peserta Didik.
      Ujung tombak dari kesuksesan pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Maka mengkomunikasikan rencana pemanfaatan media tertentu kepada peserta didik sangat penting. Karena pada hakikatnya tujuan pemanfaatan media adalah untuk memudahkan siswa dalam memahami materi pembelajaran sebagai subjek pembelajaran. Bukan semata hanya untuk memudahkan guru dalam mengajar. Serta terdapat kecenderungan pada siswa untuk menyukai atau tidak menyukai pada media pembelajaran tertentu sangat mungkin terjadi.
      Setidak-tidaknya ada dua alasan mengapa dinilai penting mengkomunikasikan rencana pemanfaatan media pembelajaran kepada peserta didik adalah agar peserta didik dapat mempersiapkan dirinya untuk memanfaatkan media pembelajaran (a) dengan mempelajari materi pelajaran yang akan disajikan melalui media pembelajaran dan mempersiapkan fasilitas yang diperlukan untuk mengikuti kegiatan pembelajaran melalui media tersebut. Dari sisi guru sendiri, ada tuntutan agar guru lebih mempersiapkan dirinya mengenai materi pelajaran yang akan dibahas serta mempersiapkan fasilitas yang dibutuhkan (dalam kondisi baik) agar tidak menjadi hambatan sewaktu pemanfaatan media pembelajaran dilaksanakan, dan mempersiapkan setting tempat/lokasi yang akan menjadi tempat pemanfaatan media pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka, 1993), 555.
Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran, 37.
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar, 701.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta: rineka cipta, 2001), 255-260.


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.